Minggu, 23 September 2012

Mengejar Mimpi [Bersama FLP]

Kupunguti puing-puing asa yang sempat terserak
Kurajut kembali benang-benang harapan yang sempat kusut tertelan masa.
Mimpi...tunggu aku kan kubawa pulang kau dalam puncak kesuksesan


         Mimpi, haruskah dikejar? Ya why not?! Bukankah hidup harus punya tujuan. Hidup bukan sebatas ngejalani saja tapi harus punya indeks yang hendak dituju. Dan kali ini aku ingin berbagi tentang mimpiku, ya mimpiku, bukankah mimpi setiap insan itu berbeda0beda…
         Bila ada yang bertanya padaku, “apa mimpimu?’ maka dengan lantang kujawab “ Aku ingin menjadi penulis” Haa…mimpi apaan tuh? Terserah orang beranggapan apa yang jelas mimpiku sudah bulat tak mampu diganggu gugat…
Dalam mengejar mimpi tentu bukanlah hal mudah untuk mendapatkannya. Butuh komitmen, perjuangan dan juga pengorbanan.  
Komitmen menjadi penunjang keantusiasan dalam mewujudkan mimpi tersebut.  
Perjuangan adalah usaha tanpa kenal lelah dalam mencapai indeks tujuan.
Dan Pengorbanan menjadi  kontribusi penting dalam menjalani segala macam bentuk demi tercapainya mimpi tersebut.
Dan kali ini aku ingin berbagi tentang perjuanganku dalam mewujudkan mimpi menjadi seorang penulis, semoga hal ini mampu memberi motivasi buat kita semua…Happy Reading…?!
 Setahun Silam
        Awal 2011, lahirnya mimpi tersebut. Saat seseorang hadir dan mengenalkanku tentang dunia literasi. Entah mengapa aku seolah dihipnotis hingga melahirkan mimpi tersebut. Sentilan hebat darinya membuatku ingin menjadi penulis. Aku pun mulai iseng menulis, sekedar curhat di diary book, atau menulis puisi. Tepat pada saat aku mulai menulis, ada kabar dari seorang teman tersebut bahwa FLP Sumut tengah open rekrutment angkatan IV. Dan karena beliau tahu bahwa aku sudah berteman di jejaring sosial facebook dengan seorang penggiat FLP Sumut yang tak lain adalah penulis Gue Gak Cupu, yakni Anugerah Robi Syahputram maka beliau menyuruhku untuk mencari tahu soal perekrutan tersebut. Sayang sekali beliau ternyata tak lagi di FLP Sumut melainkan FLP Aceh setelah menikah. Akhirnya aku dikenalkan oleh rekan duetnya dalam buku Gue Gak Cupu yang tak lain adalah Nurul Fauziah. Korek-korek info melalui beliau sampai pada akhirnya aku sukses mendaftar di perekrutan FLP Sumut angk. IV. Namun sayang kegagalan menjadi harga mati yang tak mampu ditawar lagi.
         Mencoba berbesar hati dalam menerima keputusan dari pihak panitia, sudah sepatutya. Sebab kusadar aktivitasku dalam menulis masih sangat jarang, pengetahuanku seputar FLP dan dunia kepenulisanpun  masih sangat minim. Aku mencoba ikhlas sembari terus mengasah pena dengan rutin menulis sampai memberanikan diri mengikuti audisi menulis online yang siapa sangka dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun aku sudah melahirkan 12 antology, 2 mejeng di buku dan 1 diamanahin menjadi endorsment sebuah buku. Ini menjadi kekuatan bagiku untuk mengikuti rekrutmen FLP tahun depan dengan harapan aku bisa menjadi kader FLP.

Awal 2012
         Aku yang tengah berada di semester capek, membawaku pada fase melelahkan. Aku jadi tak punya waktu luang sekedar menuangkan imajinasi dalam bentuk tulisan. Bahkan sampai aku sudah mendapat gelar S-1 pun aku jadi tak pernah menulis. So sad banget…penaku seolah tumpul, tak mampu lagi aku menuangkan aksaraku. Sampai muncullah info perekrutan FLP angkatan V. Hmm…kuabaikan saja info tersebut dalam beberapa waktu. Ternyata aku lemah juga,agak pesimis. Kegagalan di tahun lalu membuatku tak berdaya untuk melaju lagi. Aku takut ditendang untuk kedua kalinya oleh FLP, hehe. Malu banget kan kalau sampai digusur untuk yang kedua kalinya. Bisa nangis darah aku. Sungguh…kegagalan di tahun lalu nyatanya melahirkan keterpurukan jua akhirnya. Aku bahkan sempat membulatkan tekat untuk tidak mau bergabung di FLP.
Namun subhanallah sentilan hebat itu datang lagi, kali ini dari seorang teman yang telah bergabung di FLP (jebolan FLP angkatan IV). Support darinya membuatku tak berdaya tuk tidak melanjutkan impianku bersama FLP. Sampai alhamdulillah aku bisa lulus di seleksi pertama  FLP Sumut angkatan V.

Perjuangan Belum Usai
           Ternyata aku belum sepenuhnya menyandang gelar anggota muda FLP, sebab aku dan kawan-kawan harus magang terlebih dahulu selama 3 bulan dengan 6 kali pertemuan. Subhanallah perjuangan ini nyatanya belum usai. Dalam 3 bulan pengorbananku akan luar biasa terutama dalam hal materi. Seseungguhnya aku  tak keberatan menjalani training ini hanya saja aku bajet yang harus kukeluarkan akan lebih banyak. Mengingat aktivitas yang padat dan jauhnya perjalanan Medan-Binjai membuat waktu pun banyak yang tersita. Belum lagi lelah selama perjalanan dan persiapan sebelum keberangkatan. Aku harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan segalanya, termasuk berberes-beres ria. Kalau kerjaan belumn beres mana mungkin dapat SIP (Surat Ijin Pergi).
          Dan soal materi, ini nih yang paling berat. Bagaimana tidak ongkos Binjai-Medan tak sedikit, belum lagi kalau kesasar kayak kemarin, ongkos jadi berlipat-lipat, hehe. Kesasar bukan karena nggak tahu tempatnya sih, tetapi salah naik angkutan hehe.
Yah..inilah Medan bervariasinya nomor angkutan umum membuat penumpang kerap dilanda salah sasaran alias kesasar. Lagian tuh angkot aneh, sejak kapan angkot 63 mitra berwarna kuning, menyesatkan penumpang ajah. Sebeellll dech.
         Udah kesasar ongkos dilipatgandakan pula hiks…hiks. Bikin mata berkaca-kaca ajah, untungnya aku masih bisa membendung mutiara yang telah mengendap di pelupuk mata. Yah itulah pengorbanan. Mungkin bagi insan yang berpenghasilan lebih hal ini tak begitu berharga. Namun bagiku yang berpenghasilan pas-pasan ini sangat memberatkan. Namun bukan musibah namanya bila kita tak mampu mengambil ibrah dari peristiwa yang kualami. Agaknya Allah tengah menguji kesabaran yang keikhlasanku untuk berbagi. Yah…kekurangan kembalian ongkos anggap saja beramal pada si supir, meski berat jua sebenarnya, hiks. Ya Rabb…ajari aku untuk ikhlas dalam menghamburkan rejeki dariMu. Pengalaman pahit ini mengajarkanku untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Sudah semestinya bertanya dulu sebelum bertindak agar nggak kesasar lagi :D.
        Ini masih menjejak ranah FLP, tentu akan banyak lagi pengorbanan yang mesti kuhadapi. Harapku hanya padaNya agar terus menuntun dan menguatkanku agat senantiasa tegar menghadapi semuanya.

Trip To Rumcay
Perjalanan jauh yang kan kulalui membuatku bersemangat bangun lebih awal. Mempersiapkan segalanya termasuk berberes-beres ria. Sampai pada pukul 08 lewat 19 menit 14 detik aku berangkat menuju Rumcay
First Trip        > aku diantar oleh adik sampai tanah Lapang Merdeka Binjai  [tak berkendala]
Second trip    > Naik angkot P.Baris sampai kampung lalang [ no problem]
Third trip       > Mulai lelah menanti angkot yang tak kunjung muncul. Sampai hampir setengah jam, barulah muncul angkot 63. Karena sudah lelah, kulangkahkan saja angkot tersebut tanpa bertanya terlebih dahulu.

       Mulai agak tenang akhirnya perjalanan terakhir menuju lokasi kesampaian jua. Dan kuyakin kali ini takkan telat sebagaimana ketika test and interview sebelumnya. Kurogoh ponsel di dalam tasku, dan mulai mengetik sms pada salah satu anggota baru FLP juga. Nyatanya dia belum berangkat, agak tenang juga setidaknya aku akan sampai lebih awal darinya. Lama sudah berjibaku di dalam angkot, kok ya nggak sampai-samnpai yah. Masuk deh fase was-was, terlebih saat menyadari aku melewati kampus USU. Seingatku aku tak pernah melewati USU bila menuju Rumcay. Akhirnya kuputuskan untuk turun di persimpangan, dan kulayangkan selebar uang 10.000-an. Aku yang masih kebingungan + panik termangu dalam diam. Dan sesaat kemudian aku baru menyadari kembaliannya hanya Rp.2000. Mau konfirmasi eh angkotnya udah lenyap dari pandangan. Udah kesasar ongkot berlipat lagi. Ya Allah..jaman sekarang orang kok suka banget mencari kesempatan dalam kesempitan. Memanfaatkan kepanikan seseorang dalam mendapatkan kesempatan. Di balik tirai kepanikan kuputuskan menelpon panitia, kak Dewi. Beliau pun menganjurkanku menaiki angkot 103. Aku pun berangkat. Sial…agaknya kesabaran tengah mengujiku hari ini. Aku diturunkan di sebuah persimpangan yang aku sendiri tak tahu dimana yang jelas si supir menyuruhku berjalan ke arah kiri sampai menemukan gang sebelah kiri dan berjalan saja ke arah gang tersebut. Sampai di tengah-tengah aku kebingungan lagi, secara di tengah-tengah banyak banget persimpangan. Akhirnya kutanya pada seorang warga setempat yang kebetulan melintas. Dia menyuruhku jalan ke arah kiri untuk sampai ke IBBI. Kutelusuri jalan tersebut, dan aku kembali kebingungan saat berjumpa simpang tiga. Aku harus belok kanan atau kiri? ……………………
         Tak satupun insan melintas, akhirnya kuputuskan untuk mengarah ke kanan. Dan kembali aku semakin bingung saat menjumpai jembatan yang aku sendiri pernah melihatnya sebelumnya. Sempat kuputuskan untuk putar arah dan pulang ke rumah saking sudah lelahnya. Namun mau pulang pun aku tak tahu arah mana yang hendak kutuju, [plaaakkk nimpluk jidat]. Mata mulai berkaca-kaca, bahkan genangan hangat di pelupuk mata kian terasa. Aku menelpon kak Dewi lagi sampai pada akhirnya beliau mengutus seorang panitia untuk menjemputku di jembatan yang entah apa namanya. Sampailah aku di Rumcay… subhanAllah perjalanan yang melelahkan sekaligus mengharukan, menurutku.

In ending note, aku ucapin terima kasih buat kak dewi yang sudah bersedia meluangkan waktunya dalam merespon segala hal yang mnerisaukanku. Terima kasih juga buat Ari yang sudah bersedia menjemputku. Maaf kemarin nggak sempat ngucapin terima kasih karena suasana hati yang tengah kacau. Kepanikan dan kewaswasan telah menghipnotisku hingga tak mampu berucap sepatah kata pun bahkan sekedar ucapan terima kasih. Mulutku seolah terbungkam, tak mampu mengeluarkan suara.

Ini perjuanganku…mana perjuanganmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar