Kupunguti puing-puing asa yang sempat terserak
Kurajut kembali benang-benang harapan yang sempat kusut tertelan masa.
Mimpi...tunggu aku kan kubawa pulang kau dalam puncak kesuksesan
Mimpi, haruskah dikejar? Ya why not?! Bukankah hidup harus
punya tujuan. Hidup bukan sebatas ngejalani saja tapi harus punya indeks
yang hendak dituju. Dan kali ini aku ingin berbagi tentang mimpiku, ya
mimpiku, bukankah mimpi setiap insan itu berbeda0beda…
Bila ada yang bertanya padaku, “apa mimpimu?’ maka dengan
lantang kujawab “ Aku ingin menjadi penulis” Haa…mimpi apaan tuh?
Terserah orang beranggapan apa yang jelas mimpiku sudah bulat tak mampu
diganggu gugat…
Dalam mengejar mimpi tentu bukanlah hal mudah untuk mendapatkannya. Butuh komitmen, perjuangan dan juga pengorbanan.
Komitmen menjadi penunjang keantusiasan dalam mewujudkan mimpi tersebut.
Perjuangan adalah usaha tanpa kenal lelah dalam mencapai indeks tujuan.
Dan Pengorbanan menjadi kontribusi penting dalam menjalani segala macam bentuk demi tercapainya mimpi tersebut.
Dan kali ini aku ingin berbagi tentang perjuanganku dalam mewujudkan
mimpi menjadi seorang penulis, semoga hal ini mampu memberi motivasi
buat kita semua…Happy Reading…?!
Awal 2011, lahirnya mimpi tersebut. Saat seseorang hadir dan
mengenalkanku tentang dunia literasi. Entah mengapa aku seolah
dihipnotis hingga melahirkan mimpi tersebut. Sentilan hebat darinya
membuatku ingin menjadi penulis. Aku pun mulai iseng menulis, sekedar
curhat di diary book, atau menulis puisi. Tepat pada saat aku mulai menulis, ada kabar dari seorang teman tersebut bahwa FLP Sumut tengah open rekrutment
angkatan IV. Dan karena beliau tahu bahwa aku sudah berteman di
jejaring sosial facebook dengan seorang penggiat FLP Sumut yang tak lain
adalah penulis Gue Gak Cupu, yakni Anugerah Robi Syahputram maka beliau
menyuruhku untuk mencari tahu soal perekrutan tersebut. Sayang sekali
beliau ternyata tak lagi di FLP Sumut melainkan FLP Aceh setelah
menikah. Akhirnya aku dikenalkan oleh rekan duetnya dalam buku Gue Gak
Cupu yang tak lain adalah Nurul Fauziah. Korek-korek info melalui beliau
sampai pada akhirnya aku sukses mendaftar di perekrutan FLP Sumut angk.
IV. Namun sayang kegagalan menjadi harga mati yang tak mampu ditawar
lagi.
Mencoba berbesar hati dalam menerima keputusan dari pihak
panitia, sudah sepatutya. Sebab kusadar aktivitasku dalam menulis masih
sangat jarang, pengetahuanku seputar FLP dan dunia kepenulisanpun masih
sangat minim. Aku mencoba ikhlas sembari terus mengasah pena dengan
rutin menulis sampai memberanikan diri mengikuti audisi menulis online
yang siapa sangka dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun aku sudah
melahirkan 12 antology, 2 mejeng di buku dan 1 diamanahin menjadi
endorsment sebuah buku. Ini menjadi kekuatan bagiku untuk mengikuti
rekrutmen FLP tahun depan dengan harapan aku bisa menjadi kader FLP.
Awal 2012
Aku yang tengah berada di semester capek, membawaku pada
fase melelahkan. Aku jadi tak punya waktu luang sekedar menuangkan
imajinasi dalam bentuk tulisan. Bahkan sampai aku sudah mendapat gelar
S-1 pun aku jadi tak pernah menulis. So sad banget…penaku seolah tumpul,
tak mampu lagi aku menuangkan aksaraku. Sampai muncullah info
perekrutan FLP angkatan V. Hmm…kuabaikan saja info tersebut dalam
beberapa waktu. Ternyata aku lemah juga,agak pesimis. Kegagalan di tahun
lalu membuatku tak berdaya untuk melaju lagi. Aku takut ditendang untuk
kedua kalinya oleh FLP, hehe. Malu banget kan kalau sampai digusur
untuk yang kedua kalinya. Bisa nangis darah aku. Sungguh…kegagalan di
tahun lalu nyatanya melahirkan keterpurukan jua akhirnya. Aku bahkan
sempat membulatkan tekat untuk tidak mau bergabung di FLP.
Namun subhanallah sentilan hebat itu datang lagi, kali ini dari
seorang teman yang telah bergabung di FLP (jebolan FLP angkatan IV).
Support darinya membuatku tak berdaya tuk tidak melanjutkan impianku
bersama FLP. Sampai alhamdulillah aku bisa lulus di seleksi pertama FLP
Sumut angkatan V.
Perjuangan Belum Usai
Ternyata aku belum sepenuhnya menyandang gelar anggota
muda FLP, sebab aku dan kawan-kawan harus magang terlebih dahulu selama 3
bulan dengan 6 kali pertemuan. Subhanallah perjuangan ini nyatanya
belum usai. Dalam 3 bulan pengorbananku akan luar biasa terutama dalam
hal materi. Seseungguhnya aku tak keberatan menjalani training ini
hanya saja aku bajet yang harus kukeluarkan akan lebih banyak. Mengingat
aktivitas yang padat dan jauhnya perjalanan Medan-Binjai membuat waktu
pun banyak yang tersita. Belum lagi lelah selama perjalanan dan
persiapan sebelum keberangkatan. Aku harus bangun lebih awal untuk
mempersiapkan segalanya, termasuk berberes-beres ria. Kalau kerjaan
belumn beres mana mungkin dapat SIP (Surat Ijin Pergi).
Dan soal materi, ini nih yang paling berat. Bagaimana tidak
ongkos Binjai-Medan tak sedikit, belum lagi kalau kesasar kayak
kemarin, ongkos jadi berlipat-lipat, hehe. Kesasar bukan karena nggak
tahu tempatnya sih, tetapi salah naik angkutan hehe.
Yah..inilah Medan bervariasinya nomor angkutan umum membuat penumpang
kerap dilanda salah sasaran alias kesasar. Lagian tuh angkot aneh,
sejak kapan angkot 63 mitra berwarna kuning, menyesatkan penumpang ajah.
Sebeellll dech.
Udah kesasar ongkos dilipatgandakan pula hiks…hiks. Bikin
mata berkaca-kaca ajah, untungnya aku masih bisa membendung mutiara yang
telah mengendap di pelupuk mata. Yah itulah pengorbanan. Mungkin bagi
insan yang berpenghasilan lebih hal ini tak begitu berharga. Namun
bagiku yang berpenghasilan pas-pasan ini sangat memberatkan. Namun bukan
musibah namanya bila kita tak mampu mengambil ibrah dari peristiwa yang
kualami. Agaknya Allah tengah menguji kesabaran yang keikhlasanku untuk
berbagi. Yah…kekurangan kembalian ongkos anggap saja beramal pada si
supir, meski berat jua sebenarnya, hiks. Ya Rabb…ajari aku untuk ikhlas
dalam menghamburkan rejeki dariMu. Pengalaman pahit ini mengajarkanku
untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Sudah semestinya
bertanya dulu sebelum bertindak agar nggak kesasar lagi :D.
Ini masih menjejak ranah FLP, tentu akan banyak lagi
pengorbanan yang mesti kuhadapi. Harapku hanya padaNya agar terus
menuntun dan menguatkanku agat senantiasa tegar menghadapi semuanya.
Trip To Rumcay
Perjalanan jauh yang kan kulalui membuatku bersemangat bangun lebih
awal. Mempersiapkan segalanya termasuk berberes-beres ria. Sampai pada
pukul 08 lewat 19 menit 14 detik aku berangkat menuju Rumcay
First Trip > aku diantar oleh adik sampai tanah Lapang Merdeka Binjai [tak berkendala]
Second trip > Naik angkot P.Baris sampai kampung lalang [ no problem]
Third trip > Mulai lelah menanti angkot yang tak kunjung
muncul. Sampai hampir setengah jam, barulah muncul angkot 63. Karena
sudah lelah, kulangkahkan saja angkot tersebut tanpa bertanya terlebih
dahulu.
Mulai agak tenang akhirnya perjalanan terakhir menuju lokasi
kesampaian jua. Dan kuyakin kali ini takkan telat sebagaimana ketika
test and interview sebelumnya. Kurogoh ponsel di dalam tasku, dan mulai
mengetik sms pada salah satu anggota baru FLP juga. Nyatanya dia belum
berangkat, agak tenang juga setidaknya aku akan sampai lebih awal
darinya. Lama sudah berjibaku di dalam angkot, kok ya nggak
sampai-samnpai yah. Masuk deh fase was-was, terlebih saat menyadari aku
melewati kampus USU. Seingatku aku tak pernah melewati USU bila menuju
Rumcay. Akhirnya kuputuskan untuk turun di persimpangan, dan kulayangkan
selebar uang 10.000-an. Aku yang masih kebingungan + panik termangu
dalam diam. Dan sesaat kemudian aku baru menyadari kembaliannya hanya
Rp.2000. Mau konfirmasi eh angkotnya udah lenyap dari pandangan. Udah
kesasar ongkot berlipat lagi. Ya Allah..jaman sekarang orang kok suka
banget mencari kesempatan dalam kesempitan. Memanfaatkan kepanikan
seseorang dalam mendapatkan kesempatan. Di balik tirai kepanikan
kuputuskan menelpon panitia, kak Dewi. Beliau pun menganjurkanku menaiki
angkot 103. Aku pun berangkat. Sial…agaknya kesabaran tengah mengujiku
hari ini. Aku diturunkan di sebuah persimpangan yang aku sendiri tak
tahu dimana yang jelas si supir menyuruhku berjalan ke arah kiri sampai
menemukan gang sebelah kiri dan berjalan saja ke arah gang tersebut.
Sampai di tengah-tengah aku kebingungan lagi, secara di tengah-tengah
banyak banget persimpangan. Akhirnya kutanya pada seorang warga setempat
yang kebetulan melintas. Dia menyuruhku jalan ke arah kiri untuk sampai
ke IBBI. Kutelusuri jalan tersebut, dan aku kembali kebingungan saat
berjumpa simpang tiga. Aku harus belok kanan atau kiri? ……………………
Tak satupun insan melintas, akhirnya kuputuskan untuk
mengarah ke kanan. Dan kembali aku semakin bingung saat menjumpai
jembatan yang aku sendiri pernah melihatnya sebelumnya. Sempat
kuputuskan untuk putar arah dan pulang ke rumah saking sudah lelahnya.
Namun mau pulang pun aku tak tahu arah mana yang hendak kutuju,
[plaaakkk nimpluk jidat]. Mata mulai berkaca-kaca, bahkan genangan
hangat di pelupuk mata kian terasa. Aku menelpon kak Dewi lagi sampai
pada akhirnya beliau mengutus seorang panitia untuk menjemputku di
jembatan yang entah apa namanya. Sampailah aku di Rumcay… subhanAllah
perjalanan yang melelahkan sekaligus mengharukan, menurutku.
In ending note, aku ucapin terima kasih buat kak dewi yang sudah
bersedia meluangkan waktunya dalam merespon segala hal yang
mnerisaukanku. Terima kasih juga buat Ari yang sudah bersedia
menjemputku. Maaf kemarin nggak sempat ngucapin terima kasih karena
suasana hati yang tengah kacau. Kepanikan dan kewaswasan telah
menghipnotisku hingga tak mampu berucap sepatah kata pun bahkan sekedar
ucapan terima kasih. Mulutku seolah terbungkam, tak mampu mengeluarkan
suara.
Ini perjuanganku…mana perjuanganmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar