Di Balik Tirai Hujan …
Kulukiskan kisahku, tentangmu.
Kemarin, rindu membakar harap dalam kalbu untuk sebuah perjumpaan.
Menciptakaan asa yang tak biasa akan sebuah kebersamaan, seperti dahulu.
Kebersamaan yang senantiasa menebar bahagia tak ternilai. Kebersamaan
yang begitu indah dalam bingkai “kasih”; di bawah gubuk “cinta”, di atas
altar sang “Maha Cinta” dan di tengah-tengah orang “terkasih”. Sungguh
tak ada kebersamaan seindah berkumpul dengan keluarga. Ya… keluarga
adalah harta paling indah dalam hidup. Dialah permata yang tak
tertandingi kemilau indahnya. Tempat menumpahkan segala suka dan duka
yang membanjiri raga. Ah…rindu, selalu menjadi penghias dalam hidup yang
kujalani. Terkadang manis namun kadang juga terasa pahit bila tak
bersambut dengan pertemuan. Itulah “rindu”.
Setelah seharian penuh menjalani rutinitas seperti biasa, maka
saatnya raga beristirahat. Sebab mata sudah tak sanggup menahan kantuk.
Kupejamkan mata hingga terlelap. Setelahnya, ada hal berbeda yang
terjadi, sosok yang kurindu itu hadir. Begitu nyata di pelupuk mataku.
Menghadirkan kasih dalam bingkai cinta yang tak biasa. Ah…dia, sosok
itu, sosok yang selalu kurindu menjelma nyata di hadapanku. Ibu…ya ibu
tercinta. Ia hadir menemani malamku.
Saat itu ntah pada moment apa, aku tak tahu. Kulihat orang-orang
berbondong-bondong menuju suatu tempat. Tempat apa itu? Aku jua tak
tahu, samar. Di tengah kerumuman orang-orang aku mencari sosok itu
karena aku telah kehilangan jejaknya karena terlalu ramai. Kutolehkan ke
belakang berharap ada sosok itu di sana. Samar-samar kulihat ayah
menggandeng tangannya dengan mesra, mesra sekali. Namun ia tak berdua,
ada seorang bocah kecil pula mendampinginya, ia adalah keponaanku.
Sesaat kemudian kupanggil keponaanku dan kugandeng jemari mungilnya.
Akhirnya kami berjalan beriringan, di sebelahku ada seorang ibu paruh
baya, ialah tetanggaku.
“Lel, kenapa kok kamu begitu cuek pada ibumu. Biasanya kamu begitu dekat dengannya.?”
Deg…tiba-tiba saja aku sadar saat aku memanggil firja, keponaanku.
Aku sama sekali tak memandang wajah seseorang yang bergandengan dengan
ayahku, yakni ibuku. Seketika, kupalingkan wajahku mencari sosok itu
yang berjalan di belakangku. Aku tersenyum padanya, ia pun membalas
senyumku. Manis, manis sekali. Senyuman yang telah lama tak kujumpai,
senyuman yang selalu kurindu menjelma nyata di pelupuk mataku. Kemudian
kami meneruskan perjalanan kembali, di tengah perjalanan air bening
jatuh merembes membasahi pipi, kudekap seseorang yang berada di
sebelahku yakni kak Sarmiani, tetangga dekat rumah. Kutumpahkan air
mataku di sana. Ntah apa yang membuatku menangis, aku sungguh tak
mengerti. Tak lama kemudian, jalanan yang tadinya ramai oleh kerumunan
orang tiba-tiba saja menghilang, kutatap sekelilingku demi meyakinkan
kembali tatapan mataku, senyap. Yang ada hanya sepi. Aku terbelalak,
saat menyadari bahwa aku berada di atas tempat tidur. Ya… aku bermimpi,
bermimpi bertemu dengan almarhumah ibunda yang telah dua tahun kembali
ke PangkuanNya.
Cinta yang tak biasa telah menebarkan kasih tak terlupa. Rindu yang
kemarin membelenggu hati terobati sudah. Allah selalu punya cara yang
tak terisyaratkan dalam memenuhi harap setiap hambaNya. Saat kerinduan
kemarin menjelma nyata dalam sebuah perjumpaan, meski tak senyata yang
kumau. Di alam mimpi, Allah telah mempertemukanku dengannya, sosok yang
dua tahun ini memenuhi rongga kerinduanku. Buaian mimpi yang begitu
indah, saat aku dapat menatap sunyuman manis itu. Senyuman yang telah
lama tak terlihat. Senyum…ya semoga saja ia memang selalu tersenyum
berada di dekatMu. Dalam bingkai kerinduan, kusapa kau dalam lirih do’a.
Kan kuabadikan mimpi manis ini agar tak lenyap ditelan masa.
Binjai, 14 September 2011
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussalam kenal kembali Vira...
BalasHapusInsya Allah yah
Salam Blogger :)