Senin, 09 Januari 2012

Kereta Api dan Seteguk Pelajaran


            03 Desember 2012 menjadi awal keberangkatanku menuju Kota Kisaran. Ini juga merupakan kali pertama menjejakkan kakiku ke atas kereta api. Setelah sekian tahun tak kurasakan lagi. Ya...seingatku terakhir kali aku menaiki kereta api adalah saat aku masih berusia 5 tahun. Dan karena ajakan seorang kakek, aku menurut saja dibawa ke kota Kisaran sekedar ingin tahu bagaimana rasanya menaiki kereta api dan memandang kota Kisaran.

          Pukul 12:00 wib, aku sudah selesai bergegas padahal perkiraanku kereta api berangkat pukul 13:00 wib. Tunggu menunggu, kakek belum jua datang menjemputku, pikiran mulai gusar. Khawatir keberangkatan tertunda atau bahkan tidak jadi. Pukul 13:15 wib barulah kakek muncul dan kami pun segera berangkat menuju stasiun KA. Cuaca panas kala itu sempat mencoba mengikis niatku untuk ikut, membuatku enggan beranjak meninggalkan rumahku yang sederhana namun asri. Sempat hendak kuurungkan tekadku untuk berangkat, namun tak tega juga melihat kakek berangkat sendirian dengan usianya yang telah renta. Akhirnya kutepiskan segala keraguan nan menerpa. Kukuatkan tekadku untuk berangkat, selain untuk menatap kota Kisaran, merasakan panorama keindahan di atas KA, aku juga harus menjenguk saudaraku yang tengah sakit setelah kecelakaan yang menimpanya. Bukankah menjenguk orang sakit adalah salah satu hak manusia dengan yang lainnya.

 

         Pukul 16:30 wib kereta api yang kami naiki melaju. Menurut pemberitahuan kakek, perjalanan dari kota Binjai menuju Kisaran membutuhkan waktu kurang lebih 5 jam. Waktu yang tak sebentar menurutku. Hitung punya hitung kami akan sampai di lokasi sekitar pukul 22:30 wib. Pengalaman yang sangat berkesan saat pertama kali menjejaki ranah hal yang belum pernah terjamah.

        Senja menjadi sahabat yang menghiasi relung hatiku. Keterpikatanku padanya kian membuncah, serasa enggan mata berkedip sedetik pun saat menatap eloknya. Senja, begitu indah menemami perjalananku menuju kota Kisaran. Warna kuning keemasan yang mengintip di celah-celah pepohonan rindang membuat mata enggan terpejam barang sekejab. Kurasakan betapa indahnya pemandangan alam kala itu. Syukur itu menyempurna di taman hati. Lukisan alam yang indah menjadi sahabat setia dalam perjalananku kali ini.

          Di atas Kereta Api, aku dipertemukan oleh sosok wanita single parent yang berusia 32 tahun, menurut pengakuannya. Aku sempat mendengar sedikit pengakuannya kepada teman di sebelahnya bahwa ia hendak menuju Malaysia, mengunjungi adiknya yang baru saja melahirkan. Namun aku yang memang minim pengetahuan, tentu saja tak tahu berangkat darimana menuju Malaysia.
          "Mengapa menaiki Kereta Api, bila tujuannya ke Malaysia" celetuk batinku
Mendengar perbincangannya dengan teman di sebelahnya, aku semakin penasaran, sehingga aku ikut nimbrung dalam pembicaraan mereka.
        "kakak, mau kemana" kuberanikan diri bertanya
        "Mau ke Malaysia, Dik. Adik kakak baru melahirkan dan dia menyuruh kakak untuk menemaninya di sana karena suaminya kerja selalu pulang malam. Dia pula yang mengurus pasport kakak, dan mentransfer uang untuk keberangkatan kakak." jelasnya panjang lebar.
        "Ke Malaysia, kok naik kereta api, Kak?" tanyaku yang diikuti tawa beberapa orang di sekitar yang mendengar pertanyaanku.
        " Kakak turun di Tanjung Balai, Dik. Setelah itu kakak berangkat naik Kapal' jawabnya dibarengi tawa

         Obrolan demi obrolan berlalu, sampai pada akhirnya ia menceritakan tentang pengalaman pahit hidupnya. Kisah pahit yang pasti semua orang takkan pernah mengimpikannya apalagi ingin mengalaminya. Tentang cinta, pengkhianatan dan tanggung jawab. Ia mengaku sudah pernah merajut cinta dalam Bahtera Rumah Tangga, namun sayangnya, rumah tangganya hancur karena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), ketiadaan tanggung jawab suami serta perselingkuhan. Tentu hal ini begitu menyakitkan. Di sanalah kurasakan betapa kehidupan rumah tangga masa kini, telah banyak yang tak mengindahkannya sebagai ibadah.

          "Kepergian kakak ke Malaysia, bukan hanya untuk mengunjungi adik kakak, Dik. Melainkan ingin berkerja juga di sana. Kakak tak lagi mau bergantung pada orang tua kakak. Beruntung anak kakak sudah ada yang merawatnya. Anak kakak sudah duduk di bangku SD kelas 1, dan saat ini dirawat oleh kakaknya kakak yang sudah 20 tahun menikah tetapi belum dikarunia anak. Maka kakak serahkan saja anak kakak padanya."
         "Subhhanallah 20 tahun menikah namun pasangan tersebut  masih begitu setia hidup bersama." batinku
         "Suami kakak kemana?" tanyaku hati-hati khawatir ia tersinggung dengan pertanyaanku
       "Kakak sudah bercerai beberapa tahun lalu, Dik. Suami kakak, suku Batak. Orangnya keras, salah dikit main pukul, ada uang tak pernah sampai ke kakak, malah digunakan untuk berjudi dan main perempuan. Bertahun-tahun kakak menahan semua derita hidup sampai kakak melahirkan seorang anak. Namun sayang, tak bertahan lama, anak  pertama kakak meninggal dunia, mungkin terjadi sesuatu akibat siksaan dari suami kakak saat kakak mengandungnya. Setelah itu kakak pulang ke rumah orang tua kakak dan meninggalkannya. Setelah setahun berpisah ia mengemis cinta dan hendak rujuk kembali dengan kakak, kakak yang bego pun mempercayainya sehingga kami rujuk, dan melahirkan seorang putra, itulah yang dirawat oleh kakaknya kakak." 

          Astagfirullah, aku tak mampu berkata-kata mendengar kisah yang dipaparkan wanita ini. Hati ini dihujani tangis, tak terbayang bagaimana jadinya bila hal itu terjadi padaku. Aku yang lemah, tentu takkan mampu menghadapi kisah sepahit itu. Sempat terkikis harapanku untuk menikah di usia kini karena jiwa yang masih sangat lemah dalam menyikapi setiap persoalan hidup.

          "Kakak yang sabar ya!?" Akhirnya hanya itu yang mampu kuucapkan. "Pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya." sambungku lagi
          "Iya, Dik. Tahu nggak, setelah perceraian itu, kakak sempat mau menikah lagi dengan seorang kernet Bus tujuan Pekan Baru. Namun sayang, kakak ketipu lagi. Dia sudah punya istri dengan tiga orang anak. Pada mulanya dia mengaku sudah pernah menikah dan bercerai alias duda, nyatanya tidak. Hal itu membuat kakak semakin trauma untuk menjalin hubungan lagi dengan seorang pria. Sampai saat ini, kakak belum menikah lagi. Dan adik kakak yang di Malaysia ini menikah di usia 30 tahun, karena ia takut mengalami kisah seperti yang kakak hadapi."

             Hmm....merajut rumah tangga memang tak muda bila hanya berlandaskan syahwat belaka. Semestinya kita menghadirkan Allah dalam setiap waktu yang kita lewati. Baik suka maupun duka, sebab hanya Dia yang mampu menetralkan segala permasalahan yang dihadapi. Banyak lika liku kehidupan yang harus terlewati. Banyak aral lintang yang datang mencoba menghadang kemesraan hidup bersama. Tak sedikit pula ombak badai mencoba menghancurkan keutuhan rumah tangga yang dibina. Selalu saja ada cobaan yang mencoba menghapus dinding-dinding hati yang terbumbui cinta. Di sana kurasakan betapa hidup berumah tangga tak selamanya berjalan mulus selayak yang dimau, banyak cobaan yang harus kita hadapi. Jiwa, bathin dan mental harus siap dan kuat dalam menghadapinya.

              Pelajaran baru kudapatkan. Sebuah pelajaran untuk melaju menuju titik ketegaran sebagai seorang muslimah. Ya... sebagai muslimah kita harus kuat dalam menghadapi setiap masalah yang akan kita hadapi, termasuk saat membina rumah tangga kelak. Perjalanan berumah tangga takkan pernah mulus seperti yang dikehendaki, maka jiwa harus kuat dan siap saat badai datang menghantam kekokohan rumah tangga yang terbina. Hanya sebuah tekad dalam membenahi diri menjadi langkah yang harus ditempuh. Tekad dalam menciptakan jiwa yang tegar, tangguh, sabar dan tabah dalam menghadapi perjalanan hidup yang tak pernah mulus.

            Terimakasih Kak, atas kisah yang tertuang dari lisanmu untuk menjadikanku wanita yang insya Allah lebih kuat dari sekarang, lebih siap menerima cobaan apapun saat aku menjadi istri dan ibu rumah tangga kelak. Lebih sabar dalam menghadapi ujian dariNya. Sekali lagi terima kasih, semoga setelah kepedihan hidup yang pernah kau alami, kau akan mendapat kebahagiaan pada akhirnya. Kebahagiaan hidup yang abadi di bawah naungan cintaNya.

         Bukankah tujuanmu selanjutnya juga berkenalan dengan sosok lelaki di Malaysia yang dikenalkan adikmu, semoga dia lelaki baik yang siap menjadi imammu selanjutnya. Imam yang baik tak seperti sebelumnya, tentunya. Amin

          Di Kereta Api, kutitip sepenggal kisah dalam secawan rindu. Semoga akan ada kisah selanjutnya yang terukir di sana. Kisah yang terkandung hikmah dalam setiap cerita yang terurai. Aku merindu masa-masa bercumbu dengan senja, aku rindu bersapa hangat dengan para insan berhati indah di atas Kereta Api. Hati indah yang meski lelah masih mampu tersenyum riang bertutur sapa. Di sini, kutemukan dunia baru yang damai, tentram meski riuh terdengar bersorak sorai. Hanya hati yang mampu membahasakan rasa yang kualami, sebab tak mampu kulukiskan apa yang kurasa lewat tulisan maupun lisan. Hanya dapat tersenyum dalam balutan keindahan semesta yang menghantarkanku pada titik kehambaan padaNya. Tersenyum karena semesta dan sekelilingnya mengajarkanku banyak hal yang tak mampu kuurai lewat aksaraku. Hanya ucap syukur yang membasahi hatiku dalam butiran tasbih. Alhamdulillah Rabb...

Syukur itu menjelmalah abadi ^_^

2 komentar: